Freeze Dried Amnion Jadi Inovasi Efektif untuk Pengawetan Biomaterial Medis Berbasis Plasenta

Fkg.umsida.ac.id – metode freeze-dried atau pengeringan beku yang saat ini menjadi sorotan dalam bidang kedokteran regeneratif.

Dalam dunia kedokteran modern, inovasi tidak selalu berasal dari teknologi mutakhir berbiaya tinggi.

Kadang, lompatan besar justru datang dari pendekatan sederhana yang diperkuat dengan pembuktian ilmiah dan keberanian untuk mengeksplorasi hal-hal yang selama ini terabaikan.

Penelitian terbaru yang dilakukan oleh drg Dwi Wahyu Indrawati M Kes SpPerio dari Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), bersama dua profesor dari Universitas Airlangga, menyoroti efektivitas metode ini dalam menjaga kualitas biomaterial amnion manusia yang selama ini cenderung dibuang setelah persalinan.

Teknologi Freeze-Dried Buka Potensi Baru dalam Dunia Medis

Ilustrasi: Visualisasi Ai

Amnion adalah lapisan terdalam dari plasenta yang memiliki kandungan biologis sangat kaya.

Di dalamnya tersimpan kolagen tipe I hingga VI, fibronectin, laminin, serta berbagai growth factor penting seperti EGF (Epidermal Growth Factor), FGF (Fibroblast Growth Factor), KGF (Keratinocyte Growth Factor), dan TGF (Transforming Growth Factor).

Komponen-komponen ini dikenal sebagai pemicu utama dalam proses regenerasi dan penyembuhan luka pada jaringan lunak tubuh manusia.

Sayangnya, di banyak negara termasuk Indonesia, jaringan amnion yang dihasilkan setelah persalinan normal atau caesar umumnya hanya dianggap limbah medis.

Padahal, jika dikelola dan dipreservasi dengan benar, amnion berpotensi menjadi bahan biomaterial yang luar biasa untuk aplikasi klinis seperti perawatan luka kronis, rekonstruksi jaringan periodontal, bedah plastik, hingga oftalmologi.

Namun, pemanfaatan amnion segar masih menghadapi tantangan besar, terutama terkait keterbatasan masa simpan, risiko kontaminasi mikroba, serta prosedur serologis yang memakan waktu dan biaya.

Di sinilah metode freeze-dried hadir sebagai solusi cerdas. Melalui teknik liofilisasi (pengeringan beku) dan sterilisasi dengan sinar gamma, amnion dapat disimpan dalam jangka waktu panjang tanpa mengubah struktur biologis maupun potensi regeneratifnya.

Penelitian yang dilakukan oleh tim drg Dwi membuktikan bahwa viabilitas sel fibroblast pada amnion freeze-dried justru lebih tinggi dibandingkan amnion segar yang tidak diawetkan.

Baca Juga: ICEMSS 2025 Tunjukkan Kekuatan Jaringan Global Ikom Umsida

Viabilitas Sel Tetap Tinggi dan Siap Pakai Kapan Saja

Sumber: Dokumentasi Riset drg Dwi

Dalam penelitian yang diterbitkan di Journal Eduvest edisi Juni 2024, tim peneliti menggunakan sel fibroblast BHK21 sebagai model uji.

Fibroblast merupakan sel utama dalam proses perbaikan jaringan karena memproduksi kolagen, glikoprotein, dan komponen matriks ekstraseluler lainnya.

Sel ini menjadi indikator penting dalam menilai apakah suatu bahan masih memiliki kemampuan regeneratif atau tidak.

Hasil riset menunjukkan bahwa membran amnion yang telah diawetkan melalui proses freeze-dried mampu mempertahankan viabilitas fibroblast secara optimal.

Sel-sel tetap hidup, berkembang, dan menunjukkan respons biologis yang sehat ketika diaplikasikan pada media kultur.

Sebaliknya, membran amnion segar yang tidak diawetkan memiliki tingkat viabilitas lebih rendah, serta menunjukkan kerentanan tinggi terhadap pembusukan akibat aktivitas mikroorganisme.

Yang lebih menarik lagi, jaringan freeze-dried tidak memerlukan penyimpanan di freezer atau lingkungan berpendingin khusus.

Cukup disimpan dalam kemasan steril di suhu ruang, dan dapat langsung digunakan oleh tenaga medis kapan pun dibutuhkan.

Ini tentu sangat membantu terutama bagi fasilitas kesehatan di daerah terpencil, puskesmas, atau klinik yang tidak memiliki fasilitas laboratorium lengkap.

Prof Chiquita dan Prof Ernie menambahkan bahwa metode ini sangat menjanjikan untuk diterapkan secara luas, terutama karena mampu menjawab kebutuhan klinis atas bahan regeneratif yang aman, hemat, dan efisien.

Bahkan, mereka menyebutnya sebagai langkah awal menuju standarisasi nasional pengolahan limbah biologis menjadi biomaterial unggulan.

Lihat Juga: Dosen FKG UMSIDA Berkontribusi Aktif dalam Rakornas IKA UNAIR 2025: Dorong Kolaborasi untuk Pemberdayaan Masyarakat dan Kesehatan Nasional

Peluang Besar bagi Indonesia Mengelola Sumber Daya Sendiri
Sumber: Pinterest

Indonesia adalah negara dengan angka kelahiran tinggi, yang berarti pasokan jaringan amnion sangat melimpah setiap harinya.

Dengan edukasi yang tepat dan protokol medis yang terstandarisasi, amnion dapat dikelola di rumah sakit-rumah sakit bersalin dan dikirim ke bank jaringan untuk diproses lebih lanjut.

Jika potensi ini dimaksimalkan, Indonesia tidak hanya akan mandiri dalam produksi biomaterial, tetapi juga berpeluang menjadi pengekspor jaringan medis steril untuk keperluan global.

Menurut drg Dwi Wahyu Indrawati, langkah awal ini adalah bentuk kontribusi nyata akademisi terhadap dunia klinis. “Kami ingin membuktikan bahwa riset yang kami lakukan bukan hanya berhenti di jurnal ilmiah, tetapi bisa diterapkan langsung di lapangan dan memberi manfaat nyata bagi masyarakat luas,” ujarnya.

Tidak menutup kemungkinan, di masa depan, freeze-dried amnion akan menjadi bagian dari paket standar tindakan periodontologi, bedah plastik rekonstruktif, bahkan perawatan luka diabetes.

Apalagi, sifatnya yang non-imunogenik dan antibakteri menjadikan bahan ini sangat aman digunakan untuk pasien dengan kondisi imun rendah.

Riset yang dilakukan oleh drg Dwi Wahyu Indrawati bersama Prof Chiquita dan Prof Ernie adalah bukti bahwa pendekatan ilmiah yang tepat dapat mengubah limbah menjadi berkah.

Lewat metode freeze-dried, jaringan amnion yang sebelumnya terbuang begitu saja kini dapat disulap menjadi solusi terapi yang tahan lama, aman, dan praktis.

Teknologi ini tidak hanya menjadi harapan baru bagi para klinisi dan pasien, tetapi juga membuka jalan bagi kemandirian bangsa dalam menyediakan biomaterial berkualitas tinggi buatan dalam negeri.

Penulis: Elfira Armilia