Fkg.umsida.ac.id – Kehilangan gigi sulung bukan sekadar fase alami dalam pertumbuhan anak.
Bila terjadi terlalu dini dan tanpa penanganan, konsekuensinya bisa memengaruhi perkembangan rahang dan susunan gigi permanen secara serius. Inilah yang dibuktikan dalam riset dosen Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida)
Riset yang dilakukan oleH drg Wanda Karisma Dian Sari Sp KGA, drg Windy Yuliartanti Sp KGA, dan drg Eka Setyawardana Sp Ort. Studi kasus mereka menjadi pengingat pentingnya deteksi dan intervensi sejak dini untuk mencegah maloklusi yang berlarut.
Risiko Besar di Balik Gigi Susu Anak yang Hilang Terlalu Cepat

Seringkali, orang tua menganggap remeh gigi sulung karena sifatnya yang akan digantikan. Padahal, gigi sulung memainkan peran penting dalam menjaga ruang dan posisi untuk gigi tetap. Jika gigi ini hilang terlalu cepat akibat trauma atau karies parah, gigi tetap di sekitarnya dapat bergeser secara tidak semestinya.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh tim FKG Umsida, seorang anak laki-laki usia 10 tahun mengalami kehilangan gigi molar sulung bawah kanan (gigi 85) secara prematur. Kondisi ini menyebabkan gigi tetap pertama (gigi 46) bergeser ke arah mesial (depan), menyempitkan ruang bagi premolar kedua bawah (gigi 45) yang belum tumbuh sempurna.
Akibatnya, terjadi submergensi atau gigi “tenggelam” di dalam gusi karena tidak mendapat ruang untuk erupsi secara normal.
Fenomena ini tidak hanya berdampak pada estetika, tetapi juga mengganggu fungsi mengunyah, berbicara, serta meningkatkan risiko maloklusi jangka panjang. Bila tidak segera ditangani, pasien dapat membutuhkan perawatan ortodontik yang lebih rumit dan mahal di masa mendatang.
Baca Juga: Banyak Kasus Asusila di Dunia Medis, Pakar Umsida Ingatkan Etika Profesi Dokter
Gerakan Cepat dengan Alat Sederhana

Studi kasus ini tidak hanya menggambarkan masalah, tapi juga memberikan solusi yang efektif dan efisien. Para peneliti menggunakan Gerber Space Regainer, alat ortodontik sederhana berbentuk pegas terbuka yang berfungsi mengembalikan ruang gigi yang hilang akibat pergeseran.
Hasilnya sangat signifikan, dalam waktu 7 minggu, alat ini berhasil mengembalikan ruang sebesar 8 mm yang dirasa cukup untuk memberi jalan bagi premolar kedua yang sebelumnya terhambat.
Posisi gigi juga berhasil diperbaiki secara vertikal, tanpa perlu intervensi invasif. Alat ini juga mudah digunakan, nyaman bagi anak, dan tidak memerlukan kerja sama rumit dari pasien.
Menurut drg Wanda Karisma Dian Sari dan timnya, penggunaan alat regainer seperti ini membuktikan bahwa intervensi dini benar-benar mampu mencegah masalah ortodontik jangka panjang.
Yang terpenting adalah pemeriksaan rutin dan kesadaran orang tua untuk segera membawa anak ke dokter gigi saat gigi susu tanggal terlalu cepat atau terjadi anomali.
Lihat Juga: Kenali Ciri-Ciri dan Cara Merawat Gigi Permanen Anak Sejak Dini
Tak kalah penting, para dokter gigi umum dan tenaga medis primer diharapkan aktif memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai dampak kehilangan gigi sulung prematur.
Pemeriksaan preventif di usia 5–7 tahun menjadi momen krusial untuk mendeteksi potensi maloklusi dan segera melakukan tindakan penanganan.
Riset dari dosen FKG Umsida ini menegaskan bahwa langkah kecil seperti mempertahankan ruang gigi yang hilang bisa membawa dampak besar bagi masa depan kesehatan mulut anak.
Edukasi, deteksi dini, dan intervensi yang tepat waktu menjadi kunci utama. Gigi sulung bukan sekadar “gigi sementara”, melainkan fondasi penting bagi senyum sehat anak di masa depan. Jadi, jangan abaikan, karena pencegahan selalu lebih murah dan mudah daripada pengobatan.
Penulis: Elfira Armilia