Dosen FKG Umsida Ungkap Teknik Komunikasi agar Anak Tidak Trauma ke Dokter Gigi

Fkg.umsida.ac.id – Rasa takut anak terhadap dokter gigi adalah hal yang sangat wajar, tetapi bukan berarti tidak bisa diatasi. Menurut drg Rizqi Aulia Kusuma Andini SpKGA, Sekretaris Program Studi Fakultas Kedokteran Gigi Univeristas Muhammadiyah Sidoarjo (FKG Umsida). Sekaligus merupakan dokter spesialis  gigi anak, salah satu teknik yang paling efektif untuk membangun rasa aman anak di ruang praktik adalah metode Tell-Show-Do.

“Pertama, kita ‘Tell’ — memberikan penjelasan yang sederhana dan menyenangkan. Misalnya, kita bilang alatnya seperti ‘sikat gigi ajaib’ atau ‘sedotan gigi’. Kedua, kita ‘Show’ — memperlihatkan alat dan cara kerjanya secara ramah. Ketiga, baru kita ‘Do’ — melakukan prosedur sesuai yang sudah dijelaskan,” jelas drg Rizqi atau yang lebih akrab dipanggil drg kiki.

Selama proses ini, dokter juga menjaga komunikasi non-verbal yang menenangkan, seperti tersenyum, nada suara lembut, serta melakukan kontak mata. Selain itu, distraction techniques seperti bercerita, memainkan mainan, atau memperlihatkan video pendek kartun dapat membantu mengalihkan perhatian anak dari rasa takut.

“Intinya, anak perlu merasa bahwa dia diajak berteman, bukan diancam atau dipaksa,” tambahnya.

Mengenali Tanda Kecemasan Anak Sejak Awal Sangat Penting

Tidak semua anak mampu mengungkapkan rasa takut secara verbal. Di sinilah kepekaan dokter gigi anak dibutuhkan. drg Rizqi menyampaikan bahwa ada banyak tanda non-verbal yang bisa menunjukkan kecemasan atau trauma anak, bahkan sebelum perawatan dimulai.

“Wajah tegang, berkeringat, tangan menggenggam erat, atau bahkan menolak masuk ruangan, hal itu merupakan sinyal-sinyal awal yang kami waspadai,” ujarnya. Detak jantung anak yang meningkat, kesulitan menjawab pertanyaan, atau menolak melihat alat perawatan juga menjadi indikator penting.

Dokter gigi anak juga perlu menggali riwayat trauma masa lalu melalui wawancara singkat dengan orang tua. “Kami biasanya bertanya, misalnya, ‘Apakah anak pernah mengalami pengalaman tidak menyenangkan di dokter gigi sebelumnya?’ atau ‘Apa yang biasanya membuat anak takut saat di rumah sakit?’,” jelasnya.

Dengan mengenali kondisi emosional anak sejak awal, dokter bisa menyesuaikan pendekatan komunikasi dan prosedur secara lebih personal dan empatik.

Baca Juga: Gigi Susu Rusak Bisa Picu Masalah Jangka Panjang? Ini Kata Dokter Spesialis Gigi Anak Umsida

Peran Orang Tua Sangat Besar dalam Menyiapkan Mental Anak

Menurut drg Rizqi, keberhasilan kunjungan ke dokter gigi tidak hanya tergantung pada dokter, tetapi juga pada peran aktif orang tua. Sayangnya, banyak orang tua tanpa sadar menakut-nakuti anak dengan kalimat seperti, “Nanti disuntik dokter gigi” atau “Awas, kalau nggak sikat gigi nanti dicabut.”

“Kalimat seperti itu justru menanamkan rasa takut sejak awal. Padahal, kunjungan ke dokter gigi bisa menjadi pengalaman positif jika dipersiapkan dengan baik,” tegasnya.

Orang tua sebaiknya mulai mempersiapkan anak secara positif, misalnya dengan membaca buku cerita tentang dokter gigi, menonton video edukatif, atau bermain peran di rumah. Selain itu, membiasakan anak kontrol gigi secara rutin, bukan hanya saat sakit, sangat membantu membentuk persepsi yang sehat tentang dokter gigi.

“Saat di ruang tunggu, orang tua perlu memberikan dukungan emosional. Tapi saat anak masuk ruang perawatan, sebaiknya beri ruang kepada dokter untuk membangun komunikasi langsung. Ini akan melatih keberanian dan kemandirian anak juga,” tambahnya.

Cek Juga: Menghisap Jempol: Kebiasaan Lucu yang Bisa Merusak Gigi Anak

Membangun Pengalaman Positif Demi Kesehatan Gigi Seumur Hidup

Kunjungan pertama anak ke dokter gigi adalah momen penting yang bisa membentuk persepsi jangka panjang terhadap perawatan gigi. Menurut drg Rizqi, jika pengalaman awal itu menyenangkan, anak akan tumbuh menjadi pribadi yang lebih sadar dan peduli terhadap kesehatan mulutnya.

“Dokter gigi anak bukan hanya fokus mengobati gigi yang berlubang, tapi juga mendidik anak dan orang tua tentang cara merawat gigi sejak dini,” ujarnya.

Ia juga menekankan pentingnya menjadikan rutinitas menyikat gigi sebagai kegiatan menyenangkan, bukan kewajiban yang membosankan. Misalnya dengan menyikat gigi bersama, memberi pujian setelah menyikat gigi, atau menggunakan alat bantu visual seperti poster atau aplikasi anak-anak.

Sebagai pesan penutup, drg Rizqi mengingatkan, “Jangan menunggu sakit dulu baru ke dokter gigi. Jadikan kunjungan ke dokter gigi sebagai bagian dari gaya hidup sehat sejak dini. Anak yang tidak takut ke dokter gigi akan tumbuh dengan senyum yang lebih percaya diri dan kualitas hidup yang lebih baik.”

Penulis: Elfira Armilia