Penggunaan Dot Bayi Bisa Ganggu Rahang Anak? Simak Penjelasannya

Fkg.umsida.ac.id – Dalam dunia parenting, dot atau pacifier sering kali menjadi penyelamat. Kebiasaan menggunakan dot atau pacifier pada bayi dan balita memang menjadi solusi praktis bagi banyak orang tua untuk menenangkan anak.

Namun, di balik manfaat sesaat tersebut, penggunaan pacifier yang berlebihan ternyata dapat memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan rahang anak secara signifikan.

Hal ini menjadi perhatian utama dalam edukasi kesehatan gigi anak yang disampaikan oleh drg Wanda Karisma Dian Sari SpKGA salah satu Dosen Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi  (FKG)  Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida),

akan menjelaskan tentang Pacifier Habit atau kebiasaan menggunakan dot pada anak.

Dot bayi atau pacifier memang tidak sepenuhnya salah. Bahkan, dalam masa awal kehidupan bayi, refleks mengisap merupakan bagian dari proses alami yang memberi rasa nyaman.

Namun, jika kebiasaan ini tidak dihentikan pada waktu yang tepat, bisa muncul berbagai masalah pada struktur gigi dan rahang anak.

Penggunaan Dot yang Berlebihan dan Dampaknya
Sumber : Pexels

Menurut drg Wanda, penggunaan pacifier yang tidak terkendali bisa memengaruhi pertumbuhan rahang anak, terutama jika kebiasaan ini berlangsung hingga melewati usia dua tahun.

Idealnya, penggunaan dot bayi harus mulai dihentikan saat tumbuh kembang seseorang memasuki usia dua tahun.

Jika terus dibiarkan, dampak yang muncul bukan hanya sekadar pada estetika gigi, tetapi juga dapat mengganggu fungsi pengunyahan dan bicara anak.

Lihat Juga : Mau Veneer atau Bleaching Gigi? Simak Dulu Saran Medisnya

Beberapa dampak yang sering terjadi akibat penyalahgunaan pacifier antara lain:

  • Gigi atas terdorong ke depan (protrusi anterior)
    Kebiasaan mengisap dot dalam waktu lama memberikan tekanan konstan pada gigi seri atas, menyebabkan posisi gigi terdorong keluar dari jalur normalnya.
  • Lengkung rahang atas menyempit (narrow palate)
    Dorongan dari pacifier bisa menyebabkan langit-langit mulut anak menjadi lebih sempit. Ini bukan hanya berdampak pada penampilan gigi, tetapi juga bisa memengaruhi pada pernapasan.
  • Terjadinya gigitan terbuka (open bite) atau gigitan silang (cross bite)
    Dalam kondisi ini, gigi atas dan bawah tidak saling bertemu saat mulut tertutup. Gigitan terbuka atau silang akan memengaruhi kemampuan anak untuk mengunyah makanan dan berbicara dengan baik.
  • Munculnya kebiasaan baru seperti mengisap jempol
    Ironisnya, saat sejak usia dini sudah mulai lepas dari dot, tanpa terapi yang tepat, anak bisa menggantinya dengan kebiasaan baru yang tidak kalah merugikan: mengisap ibu jari. Hal ini justru memperpanjang durasi tekanan pada gigi dan rahang, memperparah kondisi gigi yang sudah terganggu.
Solusi Terapi untuk Menghentikan Kebiasaan Pada Anak

Beruntungnya, ada beberapa langkah sederhana yang bisa dilakukan orang tua untuk membantu menghentikan kebiasaan penggunaan pacifier sebelum memberikan dampak buruk yang lebih parah. Dalam presentasinya, drg Wanda menyarankan beberapa metode terapi ringan, di antaranya:

Baca Juga: Banyak Kasus Asusila di Dunia Medis, Pakar Umsida Ingatkan Etika Profesi Dokter

  • Merendam pacifier dengan cuka
    Rasa asam yang tidak disukai  dapat membuat dot menjadi tidak nyaman untuk diisap, sehingga membantu menghentikan kebiasaan secara alami tanpa paksaan.
  • Memotong bagian ujung pacifier
    Memotong pacifier hingga bagian ujungnya lebih pendek dari biasanya membuat mereka tidak mendapatkan sensasi kenyamanan maksimal saat mengisapnya, sehingga perlahan mulai melepaskan kebiasaan tersebut.
  • Konsultasi dengan dokter gigi spesialis
    Jika pacifier habit masih berlangsung melewati usia dua tahun dan mereka tampak sangat tergantung, maka langkah terbaik adalah berkonsultasi langsung dengan dokter gigi spesialis anak. Dokter akan melakukan evaluasi kondisi rahang dan memberikan rekomendasi terapi lanjutan yang sesuai.
Pentingnya Edukasi Dini kepada Orang Tua

Kebiasaan buruk seperti pacifier habit memang sering kali dianggap sepele oleh sebagian besar orang tua.

Namun, edukasi seperti yang dilakukan oleh drg Wanda dalam penelitiannya beliau  menjelaskan kepada publik bahwa kebiasaan kecil sejak dini bisa berdampak besar di masa depan.

Penting bagi orang tua untuk memahami bahwa pencegahan lebih baik daripada pengobatan, terutama dalam hal kesehatan gigi dan mulut anak.

Edukasi seputar kebiasaan buruk pada anak, seperti penggunaan dot, mengisap jempol, hingga menggigit kuku, harus terus digaungkan agar tidak menjadi penyebab masalah ortodonti di kemudian hari.

Menjaga pertumbuhan rahang dan gigi anak sejak dini akan memberikan pondasi kesehatan mulut yang lebih baik saat dewasa nanti.

Penulis : Elfira Armilia