Fkg.umsida.ac.id – Masalah gusi sering kali dianggap sepele dibandingkan dengan sakit gigi atau gigi berlubang. Padahal, menurut drg Novita Pratiwi SpPerio, dosen Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), kesehatan gusi merupakan indikator penting yang dapat mencerminkan kondisi kesehatan mulut dan bahkan tubuh secara menyeluruh. Dalam wawancara yang dilakukan belum lama ini, drg. Novita membagikan pandangannya tentang tren penyakit gusi, terutama di kalangan remaja dan dewasa muda, serta urgensi edukasi masyarakat untuk lebih peduli terhadap sinyal awal seperti gusi berdarah.
Masalah Gusi Paling Umum: Gingivitis dan Perubahan Hormon
Menurut drg Novita, penyakit gusi yang paling sering ditemui di klinik, terutama pada remaja dan dewasa muda, adalah gingivitis atau radang gusi. Gingivitis dapat bersifat akut maupun kronis. “Kasus radang gusi pada usia remaja sering kali berkaitan dengan perubahan hormonal,” jelasnya. Perubahan hormon selama masa pubertas dapat menyebabkan jaringan gusi menjadi lebih sensitif terhadap plak dan bakteri. Akibatnya, gusi mudah mengalami peradangan bahkan hanya dengan tumpukan plak ringan.
Tak hanya itu, gaya hidup yang kurang memperhatikan kebersihan mulut, seperti jarang menyikat gigi atau tidak menggunakan benang gigi, juga menjadi pemicu utama gingivitis. Ditambah lagi, kebiasaan konsumsi makanan tinggi gula dan karbohidrat turut memperparah kondisi mulut, mempercepat pembentukan plak, dan memperbesar risiko peradangan gusi.
“Sering kali pasien remaja tidak sadar bahwa gusinya bermasalah. Mereka datang karena keluhan lain, tetapi setelah diperiksa ternyata gusinya bengkak dan mudah berdarah,” ungkap drg. Novita.
Radang Gusi Sebagai Tanda Awal Gangguan Kesehatan Sistemik
Lebih jauh, drg. Novita menekankan bahwa radang gusi bukan hanya masalah lokal pada rongga mulut. Ia bisa menjadi indikator awal kondisi kesehatan sistemik seseorang. “Ya, benar. Infeksi atau peradangan pada gusi bisa memicu atau berkaitan dengan gangguan kesehatan tubuh secara keseluruhan,” ujarnya.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa radang gusi berkaitan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular, diabetes, bahkan komplikasi kehamilan. Peradangan kronis yang tidak tertangani bisa menyebabkan gangguan aliran darah, melemahkan sistem kekebalan tubuh, dan menjadi pintu masuk bakteri ke dalam aliran darah.
“Saya sering sampaikan ke pasien, jangan anggap ringan infeksi gusi. Bisa jadi itu tanda tubuh sedang ‘berteriak’ lewat mulut kita,” katanya.
Hal ini menunjukkan bahwa menjaga kesehatan mulut dan gusi bukan hanya soal estetika atau mencegah bau mulut, tetapi juga bagian dari upaya menjaga kesehatan jangka panjang. Pemeriksaan rutin ke dokter gigi minimal dua kali setahun bisa membantu mendeteksi lebih dini tanda-tanda peradangan.
Gusi Berdarah Itu Tidak Normal:
Salah satu masalah persepsi yang banyak ditemui adalah anggapan bahwa gusi berdarah saat menyikat gigi merupakan hal wajar. Menanggapi hal ini, drg. Novita memberikan klarifikasi yang tegas.
“Gusi berdarah itu tidak normal. Itu tanda awal bahwa jaringan gusi mengalami peradangan. Secara biologis, gusi berdarah menunjukkan pelebaran pembuluh darah dan meningkatnya sensitivitas jaringan akibat infeksi,” jelasnya.
Sayangnya, banyak masyarakat mengabaikan gejala ini. Mereka cenderung berhenti menyikat area yang berdarah karena takut memperparahnya, padahal hal ini justru bisa membuat plak semakin menumpuk. Akibatnya, infeksi berkembang dan bisa merambat ke struktur jaringan pendukung gigi lainnya.
Pesan utama dari drg. Novita kepada masyarakat adalah jangan menyepelekan sinyal tubuh sekecil apapun, termasuk gusi berdarah. Ia mengajak masyarakat untuk lebih proaktif memerhatikan kondisi gusi, menyikat gigi dengan teknik yang benar, dan rutin memeriksakan diri ke dokter gigi.
“Kalau gigi itu fondasi rumah, maka gusi adalah tanah tempat rumah itu berdiri. Kalau tanahnya rapuh, rumahnya juga bisa roboh,” ucap drg. Novita dengan perumpamaan sederhana namun mengena.
Kesadaran akan pentingnya kesehatan gusi harus dimulai sejak usia muda. Melalui edukasi yang berkelanjutan dan praktik perawatan yang konsisten, remaja dan dewasa muda bisa membentuk kebiasaan baik yang berdampak jangka panjang bagi kesehatannya.
FKG Umsida sendiri terus mendorong program edukasi masyarakat mengenai pentingnya menjaga kesehatan gusi dan gigi sebagai satu kesatuan sistem. Harapannya, masyarakat tidak hanya bebas dari rasa sakit di mulut, tapi juga bisa mencapai kualitas hidup yang lebih baik melalui mulut yang sehat.
Penulis: Elfira Armilia