Mengenal Jenis-Jenis Biomaterial Gigi dan Fungsinya,Penjelasan Lengkap dari Dosen FKG Umsida

Fkg.umsida.ac.id – Dalam dunia kedokteran gigi modern, biomaterial bukan sekadar bahan pendukung. Ia adalah game changer atau penentu keberhasilan tindakan seperti penambalan, pemasangan mahkota (crown), hingga implan gigi. Menurut penjelasan dari drg Dedi Fardiaz MDSc b, dosen Fakultas Kedokteran (FKG) Universitas Muhammadiyah Sidorajo (Umsida), mengungkapkan bahwa, biomaterial yang digunakan harus memenuhi empat prinsip dasar: biokompatibilitas, kekuatan mekanik, estetika, dan kemudahan aplikasi. Dengan pemilihan yang tepat, biomaterial mampu memberikan hasil klinis yang memuaskan baik dari sisi fungsional maupun estetika.

Ragam Biomaterial dan Fungsinya di Klinik Gigi

Dalam praktik sehari-hari, beberapa biomaterial paling umum yang digunakan antara lain adalah komposit resin, amalgam, glass ionomer cement (GIC), keramik, zirconia, akrilik, dan titanium. Setiap bahan memiliki karakteristik yang unik dan digunakan sesuai dengan kondisi gigi serta kebutuhan pasien.

Misalnya, resin komposit kerap dipilih untuk tambalan gigi depan karena tampilannya menyerupai warna alami gigi. Meski demikian, di area tekanan tinggi seperti gigi geraham, bahan ini bisa lebih cepat aus dibandingkan amalgam, yang justru lebih tahan lama namun kurang estetik dan mengandung merkuri.

Sementara itu, GIC dikenal karena kemampuannya melepaskan fluoride sehingga sangat cocok untuk gigi anak atau kasus karies awal. Namun, kelemahan utamanya adalah daya tahannya yang kurang baik untuk beban kunyah berat. Untuk prosedur prostodontik seperti gigi tiruan, akrilik cold cure masih menjadi pilihan karena mudah dibentuk dan ekonomis, meskipun cenderung menyerap bau dan retak jika tidak dijaga dengan baik.

Proses Panjang Menuju Biomaterial Ideal: Dari Lab hingga Pasien

Sebelum biomaterial dapat digunakan di kursi praktik, ia harus melewati serangkaian tahapan ketat mulai dari riset di laboratorium, uji biokompatibilitas, hingga uji klinis pada manusia. Proses ini membutuhkan waktu 5 hingga 10 tahun.

  1. Tahap Konsep: Peneliti dari berbagai bidang seperti kedokteran gigi, kimia, dan ilmu material duduk bersama merancang formula baru, misalnya dengan ide membuat resin komposit yang melepaskan fluoride seperti GIC.
  2. Sintesis Laboratorium: Formula diuji melalui pencampuran bahan dasar, dianalisis menggunakan alat seperti FTIR dan SEM untuk melihat struktur mikro.
  3. Uji In Vitro: Tahap ini mencakup pengujian kekuatan tarik, tekan, ketahanan aus, serta uji sitotoksisitas untuk memastikan tidak menimbulkan efek beracun bagi sel tubuh.
  4. Uji In Vivo pada Hewan: Bahan ditanam di tubuh hewan seperti tikus atau babi untuk melihat reaksi jaringan dan kemampuan regeneratif.
  5. Uji Klinis Manusia: Dimulai dari skala kecil (Fase I) hingga skala besar (Fase III), di mana efektivitas dan keamanan dibandingkan dengan standar yang sudah ada.
  6. Regulasi dan Distribusi: Setelah mendapat izin dari badan seperti FDA atau BPOM, bahan tersebut baru boleh diproduksi massal dan digunakan secara luas.
Kunci Keberhasilan Perawatan: Peran Strategis Biomaterial

Menurut saya, kegagalan atau keberhasilan suatu prosedur tidak hanya tergantung pada keahlian klinisi, tetapi juga pada kualitas biomaterial yang digunakan. Berikut peran krusial biomaterial dalam tiga prosedur utama:

1. Penambalan Gigi

Biomaterial seperti resin komposit atau GIC sangat menentukan apakah tambalan mampu bertahan lama, menyatu dengan struktur gigi, serta tidak menyebabkan iritasi jaringan sekitar. Resin komposit unggul dari segi estetika dan minim invasif, sementara GIC unggul pada pelepasan fluoride.

2. Pemasangan Crown dan Jembatan

Dalam prosedur ini, kekuatan bahan seperti zirconia dan keramik menjadi prioritas. Mahkota dari zirconia sangat cocok untuk gigi posterior karena daya tahannya terhadap beban kunyah, sementara mahkota keramik lebih cocok di gigi depan karena tampilan estetikanya.

3. Implan Gigi

Titanium adalah logam pilihan utama karena sifatnya yang biokompatibel dan mampu menyatu dengan tulang (osteointegrasi). Jika bahan ini tidak diterima tubuh, maka risiko penolakan dan kegagalan implan menjadi tinggi.

Masa Depan Biomaterial: Kombinasi Fungsi dan Kecerdasan Material

“tren berkembang ke arah smart biomaterials, misalnya bahan tambal yang bisa mendeteksi pH mulut dan melepaskan ion remineralisasi secara otomatis. Ada juga riset yang menggabungkan nanoteknologi untuk menciptakan bahan tambal yang lebih kuat dan antibakteri”ujar drg Dedi.

Di FKG Umsida, kami mendorong mahasiswa dan dosen untuk aktif dalam riset biomaterial. Inovasi seperti pengembangan bahan dari cangkang telur atau zat alami lokal menjadi bagian dari kontribusi kami untuk praktik kedokteran gigi yang lebih berkelanjutan.

Dengan perkembangan teknologi dan riset yang berkelanjutan, biomaterial bukan lagi sekadar bahan pendukung, melainkan tulang punggung keberhasilan tindakan kedokteran gigi. Pemahaman dan pemilihan bahan yang tepat akan menjamin tidak hanya hasil yang tahan lama, tapi juga nyaman dan aman bagi pasien.

Penulis: Elfira Armilia